Apa Kata Mereka ?
[
Tentang Perempuan Bercadar ]
“Islam
banget dan punya pemahaman yang lebih, setahuku gitu...”
[
Eka Nada Shofa Alkhajar, Aktivis HMI, asal Jakarta ]
“ Pribadinya
tertutup, dan tidak mau bersentuhan dengan orang lain...”
[ Chatarina, Florist, Karanganyar ]
“ya aneh aja...dia itu apa nggak
merasa terasing banget? merasa suci banget? atau merasa gimana? trus
kalau dia bercadar, dia atau masyarakat yang nyapa duluan ?”
[Umar, Mahasiswa D3 Teknik Kimia, asal Purworejo ]
“MISTERIUS...!!!”
[ Diyanita , Mahasiswi-Pekerja Seni, Jombang ]
“yo itu hak dia, lha wong dia
menjalankan syariat Islam sungguh-sungguh koq. Kadang memang ada yang “memanfaatkan
”.
[ Slamet, Penjual di warung Hik, Solo ]
“itu
khan pahamnya kita aja yang beda. Ajarannya sama, Islam.
Kesannya, pertama sich gimanaaa... gitu J Tapi setelah tahu kesehariaannya, ya sama aja
“.
[ Mila, teman se-kost perempuan bercadar, Serang ]
“Ya aneh aja...nggak biasa. Masyarakat
di daerahku (Bangka), kalau liat perempuan bercadar..”ini Islam apaan
sich ? ”. Setahuku itu (cadar) ada hubungannya dengan budaya Arab.”
[ Eko Setyawan, Mahasiswa Komunikasi, Bangka-Belitung ]
“
Mereka itu kritis, punya idealisme sendiri, punya pemikiran sendiri, dan punya
komunitas sendiri..”
[ Niken H, peneliti, Solo]
“ Kita sebenarnya penasaran pingin lihat
mukanya, tapi ya gimana ya?..mungkin dia nggak mau terbuka karena
mengikuti syariat agamanya ”
[ Bandi, wife-seeker, Solo]
“
yang berbeda itu, kalau kita bebas bergaul sama siapa saja, kalau mereka, ya
nggak semua orang bisa mereka pergauli, apalagi yang berlainan jenis..”
[ Mukarromah, MC dan pengusaha, Madura ]
***
Mengintip dunia di balik jubah
dan cadar perempuan, laksana menjelajah belantara nan perawan. Pemahaman yang
mungkin masih gelap dan menghadirkan tanda tanya besar bagi banyak orang.
Melalui buku sederhana ini, perempuan bercadar diceritakan dan dihidupkan
sebagai sebuah sosok yang hampir utuh. Seluruh fakta kehidupan perempuan
bercadar yang tergali lewat studi ini, mungkin meruntuhkan sebagian besar
prasangka umum. Sekaligus melahirkan perspektif baru dalam melihat perempuan
bercadar. Saya harap, tulisan ini akan mencairkan kesadaran plural dalam diri
pembaca yang lama membeku. Kesadaran untuk dewasa menerima perbedaan.
Menghormati dalam hidup berdampingan. Serta saling memahami dalam
ketidaksepahaman. Meskipun kita berada dalam satu “payung” agama yang sama,
ternyata di dalamnya masih mengandung multi penafsiran, yang niscaya melahirkan
beragam tindakan manusia. Termasuk, aktivitas bercadar oleh seorang muslimah. Sehelai kain Cadar yang tipis
itu, ibarat sebuah dinding isolasi dan privasi yang tebal dan rapat. Oleh
karena itu, untuk melihat pemandangan ‘sebenarnya’ di balik cadar ini, tak ada
pilihan, selain mengintipnya secara langsung.