Kamis, 04 April 2013

Aku Memilih Bercadar



Apa Kata Mereka ?
[ Tentang Perempuan Bercadar ]


“Islam banget dan punya pemahaman yang lebih, setahuku gitu...”
[ Eka Nada Shofa Alkhajar, Aktivis HMI, asal Jakarta ]

Pribadinya tertutup, dan tidak mau bersentuhan dengan orang lain...”
[ Chatarina, Florist, Karanganyar ]

 “ya aneh aja...dia itu apa nggak merasa terasing banget? merasa suci banget? atau merasa gimana? trus kalau dia bercadar, dia atau masyarakat yang nyapa duluan ?”
[Umar, Mahasiswa D3 Teknik Kimia, asal Purworejo ]

“MISTERIUS...!!!”
[ Diyanita , Mahasiswi-Pekerja Seni, Jombang ]

 “yo itu hak dia, lha wong dia menjalankan syariat Islam sungguh-sungguh koq. Kadang memang ada yang “memanfaatkan ”.
[ Slamet, Penjual di warung Hik, Solo ]

“itu khan pahamnya kita aja yang beda. Ajarannya sama, Islam. Kesannya, pertama sich gimanaaa... gitu J  Tapi setelah tahu kesehariaannya, ya sama aja “.
[ Mila, teman se-kost perempuan bercadar, Serang ]

 “Ya aneh aja...nggak biasa. Masyarakat di daerahku (Bangka), kalau liat perempuan bercadar..”ini Islam apaan sich ? ”. Setahuku itu (cadar) ada hubungannya dengan budaya Arab.”
[ Eko Setyawan, Mahasiswa Komunikasi, Bangka-Belitung ]

“ Mereka itu kritis, punya idealisme sendiri, punya pemikiran sendiri, dan punya komunitas sendiri..”
[ Niken H, peneliti, Solo]

 “ Kita sebenarnya penasaran pingin lihat mukanya, tapi ya gimana ya?..mungkin dia nggak mau terbuka karena mengikuti syariat agamanya ”
[ Bandi, wife-seeker, Solo]

“ yang berbeda itu, kalau kita bebas bergaul sama siapa saja, kalau mereka, ya nggak semua orang bisa mereka pergauli, apalagi yang berlainan jenis..”
[ Mukarromah, MC dan pengusaha, Madura ]


***
Mengintip dunia di balik jubah dan cadar perempuan, laksana menjelajah belantara nan perawan. Pemahaman yang mungkin masih gelap dan menghadirkan tanda tanya besar bagi banyak orang. Melalui buku sederhana ini, perempuan bercadar diceritakan dan dihidupkan sebagai sebuah sosok yang hampir utuh. Seluruh fakta kehidupan perempuan bercadar yang tergali lewat studi ini, mungkin meruntuhkan sebagian besar prasangka umum. Sekaligus melahirkan perspektif baru dalam melihat perempuan bercadar. Saya harap, tulisan ini akan mencairkan kesadaran plural dalam diri pembaca yang lama membeku. Kesadaran untuk dewasa menerima perbedaan. Menghormati dalam hidup berdampingan. Serta saling memahami dalam ketidaksepahaman. Meskipun kita berada dalam satu “payung” agama yang sama, ternyata di dalamnya masih mengandung multi penafsiran, yang niscaya melahirkan beragam tindakan manusia. Termasuk, aktivitas bercadar oleh seorang muslimah. Sehelai kain Cadar yang tipis itu, ibarat sebuah dinding isolasi dan privasi yang tebal dan rapat. Oleh karena itu, untuk melihat pemandangan ‘sebenarnya’ di balik cadar ini, tak ada pilihan, selain mengintipnya secara langsung.